Sabtu, 30 November 2013

Biografi K. H. Mas Mansur


Mas Mansur lahir di Surabaya pada tanggal 25 Juni 1896. Ia belajar agama di Mekah dan kemudian di Universitas Al Azhar, Kairo. Selain mendalami pengetahuan agama, ia juga rajin mempelajari pengetahuan Barat. Karena itu, pemikirannya menjadi luas. Mansur terpengaruh juga oleh perjuangan bangsa Mesir melepaskan diri dari penjajahan.
Setelah kembali ke tanah air, ia mengajar di pesantren Mufidah di Surabaya. Selain itu, ia aktif pula menjadi anggota Muhammadiyah, kemudian memasuki Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Banyak kegiatan yang telah dilakukannya untuk memajukan Muhammadiyah, antara lain giat berdakwah ke daerah-daerah. Dari jabatan ketua cabang, Mansur diangkat menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Pada tahun 1937 ia terpilih sebagai Ketua Pucuk Pimpinan Muhammadiyah.
Pada masa pendudukan Jepang ia giat mengurus perguruan Muhammadiyah. Bersama K.H. Wahid Hasyim dan K.H. Taufiqurrahman, ia mendirikan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Ketika Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera), Kyai Haji Mas Mansur diangkat menjadi salah seorang pemimpinnya disamping Ir. Sukarno, Drs. Muhammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara. Putera dibentuk untuk mengambil hati tokoh-tokoh nasionalis. Buat Mas Mansur, yang tidak menyukai pemerintah Jepang, tugas itu tidak menyenangkan. Tetapi, demi kepentingan umat Islam, diterimanya juga. Hidup di Jakarta merupakan tekanan batin yang berat sebab hampir setiap hari ia menyaksikan orang-orang bergaul bebas, minum minuman keras, dan melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, pada tahun 1944, ia kembali ke Surabaya dengan alasan kesehatan terganggu. Namun demikian, ia masih saja diangkat menjadi anggota Cuo Sangi In.
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Mas Mansur diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sesudah Indonesia merdeka, ia giat membantu pemuda-pemuda Surabaya berjuang melawan Inggris. Karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap para pemuda, ia ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di penjara Kalisosok, Surabaya. Dalam perjalanan ini ia meninggal dunia pada tanggal 25 April 1946. Kemudian berdasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 162 Tahun 1964, tanggal 26 Juni 1964, Kyai Haji Mas Mansur ditetapkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan

Ki Haji Mas Mansur

Haji Mas Mansur (lahir di Surabaya, 25 Juni 1896 – meninggal di Surabaja, 25 April 1946 pada umur 49 tahun) adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia.
Sebagai kelanjutan Nahdhah al-Wathan, Mas Mansur dan Abdul Wahab Hasbullah mendirikan madrasah yang bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah Air), kemudian madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far’u al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah Air) di Jombang. Mas Mansoer juga banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Oleh karena itu, Soeara Santri mendapat sukses yang gemilang. Djinem merupakan majalah kedua yang pernah diterbitkan oleh Mas Mansoer. Melalui majalah itu Mas Mansoer mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekolotan. Di samping itu, Mas Mansoer juga pernah menjadi redaktur Kawan Kita di Surabaya.
Tulisan-tulisan Mas Mansur pernah dimuat di Siaran dan Kentoengan di Surabaya; Penagandjoer dan Islam Bergerak di Jogjakarta; Pandji Islam dan Pedoman Masyarakat diMedan dan Adil di Solo.

Mulai aktif di Muhammadiyah

Pada tahun 1921, Mas Mansoer masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansur dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan.
Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943.
Terpilih menjadi Ketua PB Muhammadiyah
Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansoer terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Kelompok muda di lingkungan Muhammadiyah semakin kecewa. Pada mulanya Mas Mansoer menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.
Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansoer juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif.
Terpilihnya Mas Mansur sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah meniscayakannya untuk pindah ke Jogjkarta bersama keluarganya. Sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansoer juga bertindak disiplin dalam berorganisasi. Demikian juga dengan para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah. Namun Mas Mansur tetap bersedia untuk menerima silaturrahmi para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah itu di rumahnya untuk urusan yang tidak berkaitan dengan Muhammadiyah.
Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah 1938-1949. Selain itu, Mas Mansoer juga banyak membuat gebrakan dalam hukum Islam dan politik ummat Islam saat itu. Sebelum menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansoer sebenarnya sudah banyak terlibat dalam berbagai aktivitas politik ummat Islam. Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansoer termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansur.